Air hujan yang jatuh ke atap seng enam rumah penduduk desa itu, saat ditampung ternyata berwarna merah marun, nyaris mirip warna darah. Dan itu terjadi di Desa Seuneubok yang satu kecamatan dengan tempat tinggalnya.
Minggu lalu ada turun hujan di beberapa kecamatan, tapi hanya sebentar. "Itu pun putus-putus. Di desa yang sama ada lokasi yang diguyur hujan, tapi ada yang tidak. Kebetulan di Seuneubok rumah penduduknya jarang-jarang, sehingga dari tujuh rumah yang diguyur hujan, hanya enam rumah yang air cucuran atapnya merah. Semua rumah itu beratap seng genteng warna merah marun. Menurut Armidin kepada Kabag Humas Pemkab Simeulue, itu terjadi karena setelah kemarau sekian lama, terjadi penguapan warna dari atap seng genteng yang berwarna merah itu. "Tapi, setelah diperiksa Dokter Armidin, ternyata penyebab air hujan itu jadi merah justru karena bercampur dengan partikel uap seng genteng yang memang berwarna merah marun," kata Karim.
Secara kasat mata, lanjut Karim, warna air hujan yang turun dari cucuran atap enam rumah warga itu memang merah. Begitupun, Karim menerima jalan pikiran dan kesimpulan dr Armidin yang menguji sampel hujan merah itu di labkes setempat. Sebab, dari tujuh rumah yang diguyur hujan siang itu di Desa Seuneubok, hanya enam yang air dari cucuran atapnya berwarna merah. "Atap rumah yang satu itu juga beratap seng genteng merah, tapi saat hujan lokal menerpanya, warna hujannya tidak berubah jadi merah," demikian Karim. (*)
Sumber:: http://www.tribunnews.com/2010/08/11/para-ilmuwan-tak-temukan-kata-sepakat
0 komentar :
Posting Komentar